Genre : Fluff, Romance, Drama
Length : Ficlet
Rating : T
Cast : Oh Sehun (EXO),
Kim Namjoo (A-Pink)
Seorang lelaki menikmati cahaya matahari
yang tenggelam dipelipis matanya. Teduh jiwanya, dirangkul pepohonan berdaun
jingga, kontras dengan warna langit senja saat itu. Damai hatinya mendekap
kalbu pemilik tubuh mungil, berambut ikal coklat…
“Sehun-a, sehun-a, bangun!”
Lelaki bernama Sehun itu merasakan tangan
kecil namun hangat mengguncang–guncang tangannya yang ia jadikan penopang
kepalanya di meja saat ia tertidur. Guncangan itu membuyarkan mimpinya siang
itu dan membawanya kekehidupan aslinya.
Sehun mulai membuka matanya yang terkatup,
dan menyadari bahwa tadi hanyalah bunga tidurnya. Matanya masih tampak kabur
ketika mengamati sekitarnya.
“Ayo kita kekelas, aku sudah selesai.”
Ketika matanya telah bisa melihat dengan
normal, didapatinya salah satu kaum hawa berkacamata tebal yang berada di
depannya. Melihat temannya telah tersadar, lantas gadis itu segera beranjak
dari depan Sehun untuk kembali ke kelas. Sehun pun segera mengikutinya dari
belakang.
Gadis itu bernama Kim Namjoo. Gadis
periang, namun sebenarnya ia sangat lah cuek. Namjoo sama sekali tidak
keberatan atas tatapan sinis orang kepada dirinya selama ini. Dia cukup tau
diri, dia hanya anak seorang pemilik toko kelontong kecil yang beruntung bisa
bersekolah di Ansan HighScool karena prestasinya di bidang biologi. Namjoo
bukannya tak peduli, tapi lebih tepatnya Namjoo tak memiliki banyak waktu untuk
menanggapi mereka. Karena dalam pikirannya kini hanya cara bagaimana mempertahankan
beasiswanya agar tetap bertahan disekolah elit ini.
***
2 tahun yang lalu…
Braaakk!!!
Terdengar suara benda keras terjatuh dari
sebuah ketinggian
“Kita sepertinya tidak memerlukan bangku
satu itu, hahahaha.” Seru seorang lelaki berwajah bengis sehabis membuang
bangku berserta kursinya dari jendela kelas X-1 yang berada di lantai dua.
Siswa-siswi dikelas itu pun ikut tertawa bersama lelaki bengis yang entah siapa
namanya itu.
Namjoo hanya terdiam menahan amarah dan
kesal yang bergejolak di dalam dirinya. Ia hanya memandangi teman-temannya yang
tertawa lebar, dan terlihat bahagia setelah membuang bangku miliknya.
Setelah menekan sekuat tenaga emosi dalam
dirinya, Namjoo segera menggerakan kakinya melangkah keluar kelas untuk
mengambil bangku yang baru.
Braaakk!!!
Namjoo menghentikan langkahnya seketika
setelah suara mengagetkan itu muncul. Perhatian seisi kelas kini beralih ke
arah sumber suara tersebut. Kini bukan suara bangku yang jatuh dari kelas
mereka, tetapi suara seseorang yang baru saja masuk ke dalam kelas sambil
membanting pintu kelas dengan beringasnya.
Orang itu membawa bangku baru ditangan
kanannya sambil memandang Namjoo dengan tatapan yang sangat tajam. Wajahnya
dingin, tanpa ekspresi. Dia tak memperdulikan seluruh mata yang terus memandanginya
dengan tatapan aneh. Dia berjalan menyusuri kelas, lalu meletakan bangku baru
itu di depan bangkunya.
“Ya!” Panggil Sehun kepada Namjoo. Benar,
lelaki pembanting pintu kelas itu adalah Sehun, Oh Sehun. Namjoo kini
menatapnya dengan tatapan tak percaya. “Letakan tas mu disini!” Perintah Sehun
kepada Namjoo.
Lidah Namjoo tercekat tak bisa berkata. Namjoo
dengan tanpa kesadaran penuh menuruti perintah Sehun itu. Kakinya melangkah ke
bangku baru tersebut, diikuti Sehun yang duduk dibangku yang berada tepat di
belakang bangku Namjoo.
***
Tak terasa kurang lebih 2 tahun sudah Namjoo
melangkah kan kakinya di sekolah elit ini tanpa ada perlakuan diskreminasi dari
murid lain.
Ya, tak dipungkiri ini berkat bantuan
Sehun. Sejak kejadian 2 tahun yang lalu tersebut, Sehun masih terus
membantunya. Walaupun Namjoo tak peduli dengan perlakuan diskreminasi dari
murid-murid lain, tapi jika ada yang membantunya bukan kah akan lebih baik. Namjoo
tak peduli alasan Sehun melakukan ini semua. Tak perduli, yang terpenting
berkat Sehun hari-harinya disekolah menjadi lebih baik.
“Aku sangat merasa kasihan kepadamu.
Bagaimana kau bisa bertahan selama itu dengan perlakuan mereka yang terus mencelakakanmu.
Cobalah untuk melawan!” Ya, itu lah alasan Sehun membantu Namjoo, karena
‘Kasihan’. Tetapi Namjoo sungguh tak peduli, toh Sehun pun menikmati selama ia
membantu Namjoo dan tantangan Namjoo untuk mempertahankan beasiswanya pun
berkurang berkat Sehun.
Bagi Sehun membantu Namjoo selama 2 tahun
adalah sesuatu yang tidak memberatkan. Karena Sehun adalah murid yang tenang,
pendiam dan tertutup walaupun popularitasnya sangat besar di Ansan HighSchool
maupun di luar Ansan HighSchool, mungkin karena wajahnya yang cukup
good-looking dan pembawaan dirinya yang misterius, maka perempuan dimana pun
akan tersihir oleh pesonanya. Selain itu motif lain ia membantu Namjoo karena
ia menghindari orang-orang yang selalu memperhatikannya, ia tidak suka menjadi pusat
perhatian.
***
Setiap orang yang melihat mereka pasti
mengira mereka adalah sepasang kekasih.
Namun, mereka salah. Namjoo tak pernah sekali pun menaruh hati pada Sehun, ia
cukup tau diri karena Sehun melakukan ini semua karena Sehun kasihan padanya.
Sehun pun begitu, tak pernah menaruh rasa pada Namjoo. Hingga hari itu pun
tiba…
“DIAM LAH!” Bentak Sehun kepada seisi
kelas. Sehun kini menggenggam erat tangan Namjoo yang gemetar dan juga tubuh Namjoo
kini basah kuyup karena perbuatan para teman perempuan Sehun yang menaruh
dendam kepada Namjoo sebab mereka mengira Namjoo memiliki hubungan asmara
dengan Sehun.
Sehun pikir Namjoo menjadi seperti itu karena
salahnya yang meninggalkan Namjoo sendiri dalam kelas untuk bermain basket
bersama teman-temannya yang lain.
Tubuh Sehun gemetar karena amarah yang
bergojalak dalam dirinya. Amarahnya mendorongnya mengakui sesuatu yang telah ia
pendam beberapa hari ini. Sesuatu yang telah berubah dalam dirinya seiring
bergulirnya waktu. Sesuatu yang tak pernah diketahui oleh seorang pun.
“Dia… Pacarku!” Ya, itu lah ‘sesuatu’ yang
Sehun simpan beberapa hari ini. Seketika itu hampir seluruh wanita yang mendengarnya seakan
kehilangan kesadaran mereka, tercekat dan tercekik seolah udara disekitar
mereka menipis dengan sendirinya.
Kini Sehun sadari, dengan berjalannya waktu
perasaannya kini tak lagi terpaku berdasarkan rasa kasihan semata, namun
persaannya kini telah beranjak menjadi sayang. Ya, Sehun kini benar-benar
mencintai Namjoo, benar-benar. Tak lagi ada rasa kasihan yang tersisa, hanya
cinta yang tersisa untuk Namjoo.
***
“Kenapa kau melakukan itu?” Pertanyaan
muncul dari mulut Namjoo ketika setibanya mereka di belakang sekolah beberapa
menit setelah kejadian itu. Tubuh Namjoo tentu saja masih basah kuyup. Namun
kini jas sekolah Sehun telah membantu menghangatkan tubuhnya.
Pertanyaan mudah, pikir Sehun saat itu.
“Karena tentu saja aku mencintai mu.”
“Tidak! Kau hanya kasian pada ku Sehun-a!”
“Tidak! Kau telah membuat ku…” Sehun
menghentikan kalimatnya, lantas berjalan mendekati Namjoo yang berdiri terpaku
menunggu jawaban Sehun. “Sungguh-sungguh mencintai mu, Kim Namjoo” Bisik Sehun
tepat di depan wajah Namjoo. Sehun pun merangkul pundak pacar barunya itu.
Mereka pun berlalu meninggalkan tempat itu. Tanpa Sehun sadari, Namjoo tersipu
malu lantas tersenyum dalam dekapannya.
***
Tatapan sinis yang telah menghantui Namjoo
beberapa tahun ini, kini telah beralih menjadi tatapan sendu
perempuan-perempuan yang menatapnya. Ya, mereka masih dalam keadaan berduka
karena status baru Sehun. Tapi lagi-lagi Namjoo dan Sehun tak memperdulikan
mereka. Namjoo dan Sehun masih datang dan pergi kesekolah bersama, malah kini
Sehun mulai berani menggenggam tangan Namjoo ketika mereka melenggang menyusuri
Ansan HighSchool.
Sehun dan Namjoo sepertinya sangat
menikmati status baru mereka sebagai sepasang kekasih. Ini hal yang tak terduga
bagi Namjoo. Dan tanpa ia sadari Namjoo merasakan hal sama dengan Sehun. Ia
baru tersadar bahwa ia mencintai Sehun setelah beberapa hari ia menjadi gadis
Sehun. Jantungnya, aliran darahnya seakan berjalan lebih cepat dari biasanya
ketika dia menatap Sehun. Berbanding terbalik dengan waktu, justru seakan waktu
berhenti ketika Sehun menggenggam erat tangan Namjoo.
“I’m in greatest day.” Pikir Namjoo saat
itu. Ya, saat itu ketika mereka untuk pertama kalianya menghabiskan hari
bersama -hanya berdua- menonton film, berjalan-jalan, melihat-lihat buku,
tertawa bersama –menertawakan sebatang pohon yang berdiri- hingga senja jingga
menyambut mereka.
Sehun kini berdiri di depan rumah Namjoo.
Senyum masih terbingkai di raut wajah mereka. Rasa bahagia -seakan ada kembang
api yang meletup-letup di atas kepala mereka- masih terasa hingga saat itu. Sampai
ketika Sehun menyampaikan kata terakhirnya sebelum membiarkan Namjoo melenggang
pergi ke dalam rumahnya. “Aku mencintai mu.” Bisik Sehun sembari mengecup ujung
kepala Namjoo.
“Why?” Sepatah kata tercurah dari bibir
mungil Namjoo.
“Why? Why for what?” Tanya Sehun balik.
“Why you love me?” Namjoo dengan wajah
tersipu menuntut jawaban Sehun.
“Because…” Tiba-tiba Sehun tercekat,
senyumnya menghilang ditelan kepanikan. Raut wajahnya bingung. Namun raut wajah
berharap masih terpancar diwajah mungil Namjoo. Sehun baru tersadar ia tidak
menemukan jawaban untuk pertanyaan klasik Namjoo itu. “I don’t know.” Jawab
Sehun lirih dengan wajah kecewa.
Namjoo bingung, tak percaya, kenapa Sehun
tak tahu atas pertanyaan klasiknya itu. Hati Namjoo sakit, dadanya berdetak
cepat bukan karena rasa cintanya kepada Sehun, namun karena rasa kecewa yang
cukup perih kepada Sehun. Namjoo memandangi pria di depannya dengan pandangan
tak percaya, pria itu pun memandanginya dengan tatapan -maafkan-aku-
Hampir satu menit mereka diam membisu,
bungkam, dengan perasaan –tak-percaya- yang meronta begitu hebat dalam diri
mereka. Dingin yang mereka rasa. Sesuatu dalam diri mereka tiba-tiba terasa
kosong.
Diam, sunyi sampai Sehun mengangkat kakinya
dan mulai berlari menjauh dari Namjoo. Namjoo hanya bisa memandangi punggung pria -yang sedang
membuat hatinya pilu- itu semakin menjauh pergi darinya. Ditambah Sehun pergi
tanpa mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan hati Namjoo. Pikiran
negatif mulai berkecamuk di kepala Namjoo.
***
Setelah 2 tahun lamanya, hari itu Namjoo
pulang tanpa ada sesosok Sehun mendapinginya. Tatapan sinis kini mengarah
padanya lagi. Murid-murid lain mulai membincangkannya, mencibirnya, bahkan tak
segan mulai mencemoohnya. Namjoo kini menjadi Namjoo yang malang lagi tanpa
Sehun.
Namjoo tak tau Sehun dimana, ia terus
menghindari Namjoo selama 3 hari setelah kejadian disenja itu. Namjoo tentu
saja sangat-sangat sakit, perih, pilu. Bukan hanya kehilangan sesosok
pahlawannya, ia sekaligus kehilangan sesosok pangeran pujaan hatinya.
***
Sore itu, langit sangatlah cerah. Matahari
hampir tenggelam dipelupuk mata. Langit jingga menyapa penduduk bumi dengan
mesranya. Namjoo memandang hamparan pepohonan berdaun jingga di taman itu.
Hatinya yang kacau terbanyar oleh jingganya sore itu. Namjoo mulai membuka
sebuah buku mencoba untuk menikmati cerahnya jingga, melipur lara dihatinya.
Sementara itu, di tempat yang berbeda
tampak seseorang yang kontras dengan Namjoo –yang sedang menikmati indahnya
jingga sore-. Lelaki itu tampak panik, terburu-buru, seakan berlari mengajar
sang masa. Tak ada kenikmatan diraut wajahnya.
Di sore jingga ini Sehun mencoba membayar
kesalahannya yang selama 3 hari ini telah menjadi seorang pecundang. Ia berlari
menuju Namjoo berada. Tak peduli apa yang di depannya, ia terus berlari. Tak
tau berapa kali ia telah menabrak pejalan kaki lain, tak terhitung mungkin.
Dipikiran Sehun hanya satu, yaitu Namjoo. Kim Namjoo.
***
Namjoo tampak kaget ketika mendapati Sehun
berada sekitar 10 meter tengah terngerah-engah di depannya.
“Namjoo-a… aku… aku disini untuk menjawab
pertanyaan mu.” Kata Sehun terbata karena nafasnya tercekat habis untuk berlari
tadi. Namjoo hanya memandanginya kaget sekaligus prihatin.
“Ani! Aku tidak akan menjawab pertanyaan mu
untuk selamanya, mungkin.” Namjoo kembali tercekat ketika Sehun meralat
kata-katanya. Bulir airmata menggenang dipelupuk mata indah Namjoo.
“Karena tak ada jawaban dalam hidupku
mengenai pertayaan mu itu… sama sekali tak ada.” Saut Sehun kembali. Namjoo
terpaku dibawah sorot mata tajam Sehun. Air mata Namjoo tak terbendung kini bergulir
turun dari peraduannya. “Aku tak butuh alasan untuk mencintaimu, Namjoo.” Tiba-tiba
jantung Namjoo seakan berhenti berdetak. Namjoo tersentak mendengar kalimat
Sehun barusan.
“Jika aku mencintaimu karena kamu pintar,
apakah jika kepintaranmu sirna aku tak lagi mencintai mu? Jika aku mencintaimu
karena kamu seorang yang ceria, apakah ketika keceriaan itu sirna oleh duka aku
akan meninggalkan mu? Jika aku mencintaimu karena kamu cantik, apakah lantas
jika kecantikan itu termakan waktu, cintaku pergi?” Sentak Sehun yang berhasil
membuat Namjoo semakin tercekat. Air mata itu turun semakin deras membasahi
pipi merah Namjoo.
Sunyi kembali menyelimuti mereka. Seolah
waktu terhenti, diam dan sunyi. Hanya air mata Namjoo yang tak mau berhenti,
bulir-bulir air mata itu justru semakin deras. Air mata haru itu tampak terus
mengalir melintasi pipi merona Namjoo.
Sehun memulai langkahnya mendakati Namjoo
yang berdiri tercekat, di depannya. “Namjoo-a, cintaku tak butuh
penjelasan. Dan jangan beri aku alasan untuk mencintai mu. Karena kelak aku
akan meninggal mu dengan alasan itu.” Lirih Sehun ketika
jaraknya dengan Namjoo kini hanya beberapa senti.
Namjoo hanya bisa menunduk malu dihadapan
Sehun karena air matanya terlalu deras untuk di lihat oleh pria yang ia cintainya ini. Sehun perlahan menggenggam tangan kanan Namjoo erat, lantas tangan
kanannya merangkul erat tubuh Namjoo.
Tiba-tiba ingatan Sehun membawanya kepada
beberapa bulan yang lalu, ketika ia tertidur di perpustakaan. Ya, Sehun memang
bukanlah seorang cenayan yang bisa meramalkan kejadian yang akan datang, namun
mimpinya beberapa bulan lalu menggambarkan peristiwa yang sedang ia alami saat
ini. Mimpi di sore jingga di bawah pohon berdaun jingga dan ia memeluk sesosok
wanita berambut coklat-Kim Namjoo-
Sehun melepas tautan tangannya di tubuh
Namjoo, lantas kedua tangannya menyentuh pipi Namjoo yang basah karena air
mata. Tangannya membawa mata Namjoo menatap matanya. Mereka saling pandang,
jemari sehun dengan lembut menghapus air mata Namjoo. Tanpa ia sadari wajahnya
terus bergerak mendekat ke wajah Namjoo. Hingga bibirnya dan bibir Namjoo
bertemu.
Di bawah jingganya langit untuk pertama
kalinya mereka merasakan cinta tulus sesungguhnya. Cinta tanpa alasan, cinta
begitu rela tanpa pamrih, ikhlas serta tulus.
“Aku mencintai mu Sehun-a, tanpa alasan.” Lirih Namjoo
dalam dekapan Sehun.
“Aku pun juga, Aku mencintai mu Kim
Namjoo, tanpa alasan.”
-FIN-